RSS

Ustad Oh Ustad….

Gimana rasanya dipanggil dengan sebutan itu? Senang?, tersanjung?, atau malah takut?. Dimulai dari diri saya. Dulu sebutan itu sering mampir untukku dari teman-teman chatku. Nggak mengelak rasa-rasanya T.O.P banget dipaggil dengan sebutan itu. Layaknya seorang mu’alim yang benar-benar bermafaat untuk umat. Tapi setelah saya memperhatikan kondisi pribadi saya lama-lama sebutan itu jadi sangat berat. Bukan…bukan karena saya risih atau apalah. Hanya saja sebutan itu terlalu mulia untuk diri saya yang plin-plan.

Siapa yang menyandang julukan itu tentulah ia orang yang mempunyai loyalitas terhadap dien, punya jiwa yang kokoh kemauan yang kuat, otak penuh ilmu, dan iman yang kuat. Kasarnya orang yang disebut ustad atau ustadzah di telinga orang awam mereka yang banyak benarnya dan minim sekali salahnya, hatinya terjaga. Sesempurna itu kah?

Tentu saja tidak. Mereka juga manusia tercipta dari tanah, sama seperti yang lain. Dan perlu di ingat. Ustad bukan profesi. Ia bukan tambang emas. Mereka adalah orang yang memiliki ilmu, orang yang ditinggika drajatnya karena ilmu yang mereka miliki. Pada merekalah kita menimba ilmu. Lalu apa mereka tak pernah salah?.

Tentu saja tidak. Sekali lagi mereka tetap manusia, mereka pernah berdosa, pernah salah. Ia juga manusia. Manusia diakatakan sempurna karena selain benar ia juga pernah salah. Manusia diakatakan manusia karena selain mendapat pahala ia juga mungkin untuk mendapat dosa. Allah tahu itu, maka Ia menciptakan medium tobat, agar manusia memohon ampun kepadaNya dan menjauhi dosa.

Begitulah yang namanya ustad atau ustadzah, kalimat “ustad juga manusia” sekarang terdengar begitu lazim seiring dengan munculnya para ustad-ustad muda yang eksis di televisi mereka yang tidak hanya diliput khutbah dan da’wahnya oleh media. Dan jadilah title ini menjadi profesi untuk mengeruk ketenaran. Nama mereka bukan lagi ditulis dibuku-buku agama atau spanduk-spanduk sholat jum’at. Mereka lebih booming lagi muncul di intertaiment, ikut-ikutan eksis seperti primus, hanya saja bicaranya menyunting Al-qur’an dan hadits.

Dan kalimat “ustad juga manusia” seakan bisa dimaklumi oleh semua lapisan masyarakat. Ini fenomena baru. Saya nggak tahu, dan nggak terlalu tahu. Apa niat mereka begitu semangat muncul dilayar kaca, dakwah kah? Dakwah sebelah mana yang harus disampaikan?, kendati selama saya menonton mereka mondar-mandir dilayar kaca saya nggak melihat sisi mana yang harus saya ambil sementara beberapa dari mereka  ucapannya penuh dengan kelonggaran. Saya lama-lama jengah dengan mereka yang berkoar-koar tentang dakwah sementara jalan yang mereka tempuh tak lagi sesuai kriteria dakwah. Ah… ustad, ustadzah. Kami memaklumi bahwa kalian juga manusia, tapi tidakkah manusia-manusia seperti anda bisa memberi contoh lebih baik?

Dan disisi lain ada sebagian manusia yang memiliki title ini justru mempunya watak angkuh sekali, saya tidak menghina apa lagi menyebar fitnah karena disini saya tidak menyebutkan nama, dan menuduh salah satu individu, tulisan ini murni pengamatan saya terhadap sekitar. Dan tidak menutup kemungkinan saya juga termasuk pelakunya.

“Allah tidak suka ada kesombongan dihati manusia walaupun sekecil biji sawi”. Kalimat ini jelas tersurat dalam Al-Qur’an maha karya paling sempurna yang memuat sabda-sabda Allah. Apa definisi sombong itu sendiri? Atau lebih ekstrim lagi saya sebut takabur? Ujub? . Yaitu ketika seorang manusia menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Ini adalah sifat yang umum, terkadang terselip sedikit saja dihati manusia. Kendati hanya sedikitpun sudah jelas itu sangat dibenci oleh Allah.

Tapi ada disekitar saya manusia yang memenuhi watak ujub ini justru menghinggapi beberapa orang yang disebut ustad, atau ustadzah. Ada satu/ dua orang yang ketika di kritik kesalahannya mereka segera menjawab “masih kecil nek karo wong tua kudu ngajeni” atau kalimat “siapa kamu tuh, saya ini ustad, orang berpendidikan”. Huff.. saya juga jengah dengan kalimat ini, sangat jengah. Terus so what gitu kalau ustad?, apa iya ustad itu setingkat malaikat yang nggak bisa salah?, apa iya namanya ustad itu melulu benar?, apa iya kalau dia sudah mendapat panggilan tersebut yang bersangkutan otomatis langsung  bersih. TIDAK!

Manusia bisa menjadi orang maju, bisa menjadi orang yang semakin baik justru karena ia mendengarkan kritik dan saran dari orang lain. Bisa menerima dengan lapang dada saran orang lain. Setidaknya jika tidak terima cukuplah diam, tidak usah membalas dengan ucapan yang mengkerdilkan orang lain. Dan perlu diketahui, dalam kritik seseorang ada penilaian paling jujur untuk diri kita, dan itulah yang paling kita butuhkan. Kita tahu letak salah kita dengarkan bagaimana seharusnya kita bersikap dan buat strategi untuk mengubah/memperbaiki kesalahan kita.

Manusia disebut sempurna karena ia bisa melakukan kesalahan dan kebenaran. Dan perlu diingat, kita tak punya hak untuk menilai dengan hina orang lain. Ketika kau hanya melihat seklias kita sama sekali tak punya hak untuk meremehkannya, apa lagi langsung menilai dengan buruk. Karena ketika kita hanya melihat sekilas itu yang nampak dimata kita hanya sedikit, ibarat kue apa yang kita lihat hanya pembungkusnya. Kita tak tahu bagaimana aroma didalamnya.

Kali ini tidak hanya untuk ustad, ini global untuk semua pihak. Ketika manusia memiliki ilmu maka makin merendahlahlah hatinya seperti padi yang berisi. Karena saat itu ia sadar bahwa ia begitu kecil di bumi Allah yang luas. Dan lagi manusia disebut orang berilmu apabila ia bisa mencerminkan ilmu yang dia dapat dalam akhlaqnya. Karena ilmu tidak hanya mampir di otak. Ia masuk ke hati dan membuat manusia semakin lama semakin berpikir.

“DON’T JUDGE  A BOOK BY THE COVER” ini kalimat klasik, siapapun manusia yang memberi nasehat pada kita, tua atau muda, kaya atau miskin, preman atau ustad, pedagang atau karyawan, bos atau pegawai. Selama nasehat yang mereka berikan adalah hal yang positif tidak ada salahnya bukan meletakkan nasehat tersebut sebagai jalan untuk memperbaiki diri?.

Kita perlu sebuah nasehat, kita perlu sebuah kritik, kita perlu saran, karena manusia itu perlu berubah dari buruk menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik lagi.

Jika ada yang merasa tersinggung dengan tulisan ini saya mohon maaf sebesar-besarnya. Tak ada maksud untuk merasa lebih baik dari pada yang lain, dan lagi sama sekali tak ada maksud untuk menuding secara individual, ini murni untuk saya khusunya, dan umumnya untuk semua kalangan. Saya mohon maaf jika tulisan ini membuat ada beberapa pihak yang tersakiti. Dan salam persaudaraan untuk anda semua. Wassalam.

 

Tinggalkan komentar